Pada suatu musim panas yang indah
di pedesaan, seekor Ibu Itik sedang menunggu telur-telurnya menetas. Setelah
beberapa lama, keluarlah anak-anak itik kecil dari telur-telur mereka, tetapi
satu telur tersisa. Dengan sabar si Ibu Itik mengerami telur itu hingga
akhirnya menetas. Tetapi anak itik kecil yang keluar sangatlah buruk rupa.
“Aku tidak mengerti bagaimana
anakku bisa seburuk rupa ini!” Si ibu Itik berkata pada dirinya sendiri,
menggelengkan kepada saat ia melihat anak bungsunya. Si Itik yang berwarna
abu-abu ini memang buruk rupa, dan karena ia makan lebih banyak dibandingkan
kakak-kakaknya, ia pun lama kelamaan mulai lebih besar dari mereka. Hari-hari
berlalu, dan si Itik yang buruk rupa semakin merasa tidak bahagia. Kakak-kakaknya
tidak mau bermain dengannya, dia sangat kikuk dan semua binatang di pedesaan
itu menertawakannya. Ia merasa sedih dan kesepian, sementara Si Ibu Itik
mencoba menghiburnya,
“Ah Itik Buruk Rupa yang malang!”
Ia berkata. “Mengapa kau sangat berbeda dengan yang lain?” Dan si Itik Buruk
Rupa merasa lebih sedih lagi. Dia diam-diam menangis pada saat malam. Ia merasa
tidak ada yang menyukainya.
“Tidak ada yang menyayangi aku,
semua meledekku! Kenapa aku berbeda dari kakak-kakakku?”
Lalu pada suatu hari, saat matahari
terbit, ia melarikan diri dari pedesaan. Ia berhenti di tepi kolam dan bertanya
pada itik-itik disana, “Tahukah kalian itik lain yang punya bulu abu-abu
seperti aku?” Tetapi semuanya menggelengkan kepala sambil mencibir.
“Kami tidak kenal satupun yang
sejelek kamu.” Si Itik tidak kehilangan semangat, dan terus bertanya-tanya. Ia
pergi ke kolam yang lain dan bertanya pada itik yang lain. Tetapi semua
memberikan jawaban yang sama. Ia terus berpindah-pindah, sampai seorang wanita
tua yang penglihatannya sudah kabur menangkapnya karena menyangka ia seekor
angsa betina. Wanita itu menaruhnya di kandang dengan harapan ia akan bertelur.
Ayam-ayam yang juga ada di kandang itu pun menakut-nakutinya,
“Tunggu saja! Kalau kau tidak
bertelur, wanita tua itu akan memotongmu dan memasakmu!” Si Itik mulai
ketakutan dan pada malam hari pun ia melarikan diri. Sekali lagi, ia sendirian.
Ia berlari sejauh mungkin, dan pada pagi hari ia pun bersembunyi dibalik
alang-alang. “Jika tidak ada yang suka padaku, aku akan bersembunyi disini
selamanya.” Disana banyak makanan, dan si Itik mulai merasa sedikit berbahagia,
walaupun ia kesepian. Pada suatu pagi ia melihat sekumpulan unggas yang cantik
terbang diatasnya. Putih, dengan leher yang panjang, paruh berwarna kuning dan
sayap yang lebar, mereka sedang terbang ke selatan.
“Seandainya aku bisa seperti
mereka, sehari saja!” Kata si Itik dengan penuh kekaguman. Musim dingin datang
dan air di atas alang-alang membeku. Si Itik meninggalkan tempatnya untuk
mencari makanan di tengah salju. Ia jatuh pingsan, tetapi seorang petani
menemukannya dan menaruhnya di saku jaketnya yang besar. Ia membawa si Itik
pulang ke anak-anaknya supaya mereka bisa merawat si Itik yang kedinginan. Si
Itik dirawat dengan baik di rumah petani sehingga ia bisa bertahan musim dingin
yang menggigit.
Pada musim dingin, ia bertumbuh
sangat besar sehingga si Petani memutuskan untuk melepasnya di kolam. Saat
itulah si Itik melihat bayangan dirinya sendiri terpantul di air yang jernih.
“Astaga! Aku sudah berubah sekali! Aku hampir tidak mengenali diriku!” Kumpulan
angsa kembali ke utara dan turun ke kolam. Ketika si Itik melihat mereka, ia
menyadari ia sama dengan angsa-angsa yang cantik itu dan dengan segera berteman
dengan mereka.
“Kami juga angsa seperti kamu. Kamu
bersembunyi dimana selama ini?” Tanya mereka dengan hangat. “Ceritanya
panjang,” Kata si Angsa Muda ini, masih terkejut dengan perubahannya. Sekarang
ia berenang dengan indahnya bersama angsa-angsa lain. Suatu hari, ia mendengar
anak-anak kecil di tepi sungai berkata, “Lihatlah angsa muda itu! Ia yang
terbagus dari semuanya!”
Dan ia pun
menjadi bahagia sejak saat itu.
0 komentar:
Posting Komentar