Selasa, 08 April 2014

Jangan klik 'Baca selengkapnya'





Oke, kali ini aku cuma nurut sama pikiran dan jari-jariku doang. Dijamin isinya mungkin nggak jelas. Jangan dibaca lebih lanjut...
Tapi kalo mau baca terserah yaa, aku udah ngasi peringatan lho yaa:D




Setelah sekian lama, akhirnya malam ini ada suatu keperluan yang mengharuskanku pergi keluar rumah. Kau tau? Biasanya aku tidak peduli pada apa yang ada di langit. Tapi malam ini mereka memaksaku mendongak sejenak. Menyapa mereka yang entah kapan terakhir aku pandang. Mereka seperti memanggilku dari atas sana.
Seketika darahku terasa berdesir ketika mataku menatap jubah hitam malam yang dihiasi bintang-bintang yang bertaburan bak berlian itu. Aku rindu pada bintangku. Jantungku berpacu lebih cepat ketika bayangan benda kekuningan nan anggun itu tertangkap oleh kedua manikku. Aku rindu pada bulanku. Angin yang bertiup sepoi-sepoi makin membuatku merasakan hal yang aneh. Seketika aku sadar, sudah lama aku tidak mencurahkan perasaanku pada mereka. Seakan mereka protes, aku masih terpaku pada kedamaian mereka yang selalu bertengger di langit gelap. Aku tau, mereka selalu dan masih setia ada disana.
Jantungku masih berdegup tak biasa, tapi anehnya sekarang aku merasakan kedamaian ketika menatap mereka; bintang dan bulan itu berdampingan. Aku tau, mereka selalu disana. Hanya aku yang pura-pura tidak peduli, mungkin.
Mereka masih sama, bersinar terang diantara langit gelap.
Mereka masih sama, memberikan kedamaian dengan cahayanya masing-masing.
Mereka masih sama, mau mendengarkan segala curahanku.
Mereka masih sama, memberikan solusi
dengan kebisuan mereka membuktikan.
Dulu, aku selalu punya waktu menatap mereka setiap hari walau hanya 5 detik. Terkadang, memang mereka tidak menemuiku karena mengalah kepada sang mega. Tapi mereka selalu merindukanku. Aku pun begitu. Aku masih menggenggam asa untuk menghampiri bintangku.
Dulu, aku selalu punya waktu untuk sekedar menyapa mereka. Kemudian dengan bangga aku juga pernah menuliskan sebuah nama di jubah hitam angkasa yang berhias bintang dan bulan itu. Ah, dulu aku terlalu berharap. Kau tau? Nama itu masih ada di setiap aku menatap bintang yang paling dekat dengan bulan. Nama itu masih bertengger rapi disana. Aku ingin menghapusnya. Aku ingin sekali mengubur dalam-dalam semua itu. Aku ingin sekali menganggapnya tidak pernah ada di hidupku. Hanya saja, aku tidak mengerti bagaimana caranya.
Aku masih mencari bagaimana cara menghapus nama itu. Bintang pun kemudian berkedip memberikan sebuah isyarat padaku, “Kau tidak harus menghapusnya...” Aku beralih menatap bulan. Ah, rupanya bulan telah melihat kebimbangan dari mataku. Dia pun seolah tersenyum kepadaku dan berbisik lembut, “Kau hanya perlu menggantinya.” Lanjutnya yang membuatku tambah tidak mengerti. Menggantinya? Bagiku, ini lebih sulit dari sekedar menganggapnya tidak ada.
Sekarang, aku tidak bisa percaya diri seperti dulu lagi. Aku terlalu takut hancur, walaupun aku juga belum benar-benar mengalaminya. Aku hanya tergores dan itu sungguh diluar bayanganku! Bagaimana jika aku hancur? Ketika tanganku ingin bergerak menuliskan nama pengganti, seketika semuanya menjadi kaku. Aku tidak seyakin dulu. Aku sangat ragu. Bagaimana jika goresan yang akan dihasilkan lebih parah, lebih dalam, lebih besar?
Angin malam terasa lembut membelaiku, secara halus dia berbisik, “Kau tau? Terkadang masa lalu yang ingin sekali kau anggap tak pernah ada telah menyumbangkan warna dalam pelangi hidupmu.. Segalanya menjadi lebih indah karena kehadirannya, meski itu menyakitkan bagimu…” Aku membisu. Angin sudah biasa membuat hatiku bergetar dengan bisikannya. Mungkin apa yang dikatakannya benar, mungkin.. Jika nanti aku telah benar-benar menyadarinya.
Kini, aku masih dalam kebimbangan. Tapi bukan karena nama itu lagi. Bintang dan bulan telah menyamarkannya diantara kegelapan angkasa tanpa matahari. Nama itu tidak terlihat lagi untuk sementara ini. Biarlah, tidak harus aku yang menghapusnya. Mungkin waktu akan menguburnya semakin dalam untuk kemudian akan membuatnya menghilang dengan sendirinya. Nama itu sudah cukup sampai disini. Namun, masih ada hal yang membuatku dilema. Kenapa hatiku harus serapuh ini?  
Untuk hal ini bintang dan bulan pun belum mengetahuinya. Aku berniat untuk kembali menuliskan sebuah nama di luasnya jubah langit. Ini hal gila. Bintang dan bulan pasti terheran-heran. Ini gila karena aku belum siap untuk segala konsekuensinya. Apa aku siap hancur? Tidak aku belum siap. Itu jawabanku tapi disisi lain lagi otakku menjalankan sebuah logika sederhana, mungkin saja aku bisa bahagia karena ini. Ah! Aku benar-benar tidak pernah mengerti dengan semua ini.

Pada akhirnya aku hanya bisa tersenyum menatap mereka yang berkedip-kedip dan tersenyum anggun. Masih melalui keheningan, mereka berpesan… “Ikutilah jalan yang ditunjuk hatimu..” ucap mereka pelan. Hatiku kembali bimbang. Seketika ada keraguaan merasuk dan aku rasa hanya perlu waktu untuk percaya lagi. Nanti, ketika hatiku mulai berbelok aku akan menceritakannya pada mereka. Aku akan selalu meridukanmu bintang dan bulanku…  
*-*-*
Huhu, udah dibilang kan gajelas banget ini tulisan-_-
Nggak tau kenapa lagi ada konflik di pikiran sama hati saya *halah*
jadi yaa akhirnya larinya kesini deh._.v
Maaf dan terima kasih..
-Mia

0 komentar:

Posting Komentar